Ambisi China untuk menjadi yang terdepan dan menguasai bidang antariksa semakin dipertegas dengan dibukanya planetarium terbesar di Shanghai beberapa waktu lalu (18/7). Terdiri dari tiga lantai, gedung dengan luasan mencapai 39.000 meter persegi ini dinamakan Museum Astronomi Shanghai. Dalam bangunan terdapat sejumlah ruang yang berfungsi sebagai tempat pameran, dan teleskop surya dengan ketinggian hingga 24 meter dengan diameter 1 meter.
Keunikan dari museum ini adalah tidak ditemukannya sebuah sudut maupun garis lurus dalam gedung. Thomas J. Wong selaku ketua tim arsitek menyebutkan tiga bangunan utama yang melengkung dan saling berhimpitan terinspirasi dari ilmu astronomi dan menggambarkan geometri alam semesta.
Begitu pula interiornya terdiri dari tiga bagian yang masing-masing memiliki fungsi berbeda, pertama disebut Oculus yang menghasilkan sinar untuk menyinari lantai sepanjang hari. Lalu teater planetarium menyerupai bola tertelungkup, menggambarkan penampakan bulan yang baru terbit. Dan ketiga berupa kubah kaca terbalik yang memungkinkan pengunjung bebas menatap langit dengan taburan bintang saat malam hari.
Di dalamnya juga dipamerkan koleksi 70 meteor yang berasal dari bulan, Mars dan Vesta. Seperti meteorit Shanghai Changxing Island (1966) dan meteorit Suizhou (1986). Atau meteorit Chelyabinsk (2013) dari Rusia. Serta terdapat lebih dari 120 koleksi artefak seperti karya Isaac Newton, Galileo Galilei, dan Johannes Kepler.
Pengunjung yang datang juga bisa menikmati berbagai ilustrasi atau gambaran bagaimana benda-benda di antariksa saling berinteraksi menggunakan teknologi terkini. Mulai dari visualisasi data, augmented reality, virtual reality, dan biometrik yang bisa membantu para pengunjung memperoleh pengetahuan mengenai astronomi.